Kamis, 27 Desember 2012

Sejarah Kerajaan Demak

KERAJAAN DEMAK

 A. Cikal Bakal Kerajaan Demak
Islam untuk pertama kali masuk ke Jawa pada abad ke-14, (tahun 1399 M) yang dibawa oleh Maulana Malik Iibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum Ishaq yang menetap di Gresik. Beliau adalah orang arab dan pernah tinggal di Gujarat. Pada masa itu yang berkuasa di Jawa adalah Kerajaan Majapahit. Salah seorang raja Majapahit yang bernama Sri Kertabhumi mempunyai istri yang beragama Islam bernama Putri Cempa. Kejadian tersebut sangat berfaedah bagi dakwah Islam. Ternyata Putri Cempa melahirkan seorang putra yang kemudian diberi nama Raden Fatah dan menjadi raja Islam yang pertama di Jawa (Demak). Munculnya Kerajaan Islam pertama itu bukan karena agresi agama Islam terhadap agama Hindu yang dipeluk oleh Kerajaan Majapahit, tetapi lebih disebabkakn karena kelemahan dan kehancuran Majapahit setelah wafatnya Gajah Mada dan raja Hayam Wuruk. Demak mulai dikenal sejak abad ke-15 sebagai kerajaan becorak Islam yang pertama di pulau Jawa. Namun dari beberapa tradisi lisan dan Karya sastra daerah dapat dketahui bahwa daerah itu sudah berperan beberapa puluh tahun sebelumnya. Tradisi itu antara lain mengatakan bahwa Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak, pada dasarnya masih mempunyai hubungan keluarga dengan penguasa japahit. Letak Demak yang tidak terlalu jauh dari pantai menyebabkan kota ini banyak dikunjungi oleh para pedagang (dan penyiar agama Islam), mungkin sudah sejak abad ke-14. Namun sampai sekarang pengetahuan kita mengenai kota ini hanya sebatas pada kedudukannya sebagai pusat politik kerajaan Islam pertama di Jawa. Mengenai apa dan bagaimana sosok kota itu sendiri, sedemikian jauh belum banyak diungkapakan.

 B. Letak Kerajaan
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam. Pada masa sebelumnya Kerajaan Demak bernama Bintaro yang merupakan daerah Vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. De Graaf dan Pigeud (1989) dalam uraiannya menjelaskan bahwa Demak pada zaman dahulu terletak di pantai selat yang memisahkan pegunungan Muria dari Jawa. Selat yang cukup lebar dan dapat dilayari kapal-kapal dagang inilah yang memungkinkan Demak akhirnya menjadi satu pelabuhan yang terkenal

 C. Lapisan-lapisan Sosial
Berdasarkan sumber-sumber sejarah yang tersedia, lapisan-lapisan sosial yang terdapat di Demak dapat dikelompokkan kedalam 3 tingkatan, yaitu lapisan atas, lapisan tengah, dan lapisan bawah. 1. Lapisan atas Kelompok masyarakat yang paling terpandang karena status atau tingkat kehidupan ekonominya yang tinggi adalah (1). Raja dan keluarganya, (2). Pejabat tinggi kerajaan dan (3). Para ulama besar/syekh. Raja adalah tokoh puncak dalam piramida penduduk dan merupkan tokoh yang menjadi panutan utama baik didalam kalangannya sendiri maupun bagi golongan-golongan masyarakat yang berada diluarnya. Satu hal penting yang menjadikan raja sebagai tokoh panutan yang diterima adalah karena raja yang menjadi pendiri suatu dinasti, merupakan penerus dari dinasti sebelumnya. Dalam hal ini raja pertama Demak, terdapat cerita tradisi yang menghubungkan penguasany sebagai keturunan dari raja-raja Majapahit. Disamping raja adalah para istri, anak-anak dan kerabat-kerabat lain yang mempunyai pertalian darah maupun melalui hubungan perkawinan. Mereka adalah golongan bangsawan yang memperoleh kedudukan yang penting karena telah digariskan (ascribed status), bukan karena edudukan yang telah diperjuangkan (achievement status). Masih dalam lapisan penguasa, adalah para pejabat tinggi kerajaan khususnya para patih. Menurut catatan musafir Pires dapat disimpulkan bahwa raja-raja yang berkuasa di Demak pada mulanya adalah seorang penguasa yang memiliki gelar Patih (pate). Disamping pejabat karajaan yang mengurusi soal-soal yang bersifat keduniawian, juga terdapat pejabat kerajaan ang terutama bekerja untuk masalah-masalah umum keagamaan dan hukum Islam, mereka adalah para ulama dan imam besar kerajaan. Dalam kisah-kisah tradisi disebutkan bahwa kerajaan Demak dikenal memiliki 5 imam, yaitu (1). Pangeran (Sunan) Bonang; (2). Makdum Sampang; (3). Kiai Gedeng Pambayun ing Langgar; (4). Penghulu Rahmatullah dari Undung; dan (5). Pangeran Kudus atau Pandita Rabani. Imam-imam tersebut sangat tunduk kepada raja yang menjadi pelindung mereka, akan tetapi dapat terjadi mereka marasa bebas bila pengaruh kekuasaan duniawinya semakin besar sehingga dimungkinkan bagi mereka untuk mempunyai hubungan dengan pemimpin-pemimpin rohani yang lain. Bahkan pada masa Mataram, posisi para iamam besra tersebut bisa sangat besar pengaruhnya terhadap kekuasaan raja dan kerabatnya sebagaimana halnya para Brahmana terhadap raja-raja Hindu. Hal menarik dalam kaitannya dengan para elit kerajaan Demak adalah bahwa mereka atau nenek moyang mereka berasal dari negeri asing. Raja-raja Demak dapat diyakini sebagai keturunan Cina sedangkan tokoh-tokoh ulama besar berasal dari negeri “di Atas Angin”, yaitu dari Barat. Ini dapat ditafsirkan ai negeri-negeri Melayu,India atau Arab. 2. Lapisan tengah Termasuk ke dalam kelompok ini adalah (1). Para imam dan santri; (2). Para prajurit atau tentara; (3). Para pedagang menengah; (4). Para penjaga masjid dan makam suci; dan (5). Para penulis kronik. Para imam ini pada awalnya mempunyai kekuasaan denga jalan memimpin shalat wajib 5 waktu. Meskipun demikin kekuasaan mereka sesungguhnya tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat rohani, tetapi meluas sampai hal-hal yang bersifat duniawi. Perlu ditekankan bahwa di dalam Islam pada asasnya tidak menenkankan perbedaan antara hal-hal yang bersifat rohani dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Para imam masjid ini selalu disebut “penghulu” yang dalam bahasa Melayu berarti “kepala” pada umumnya tanpa ati khusus di bidang keagamaan. Pada lapisan ini juga terdapat pedagang menengah, mungkin sekali pedagang-pedagang Cina dan bangsa-bangsa asing lainnya, terutama dari Asia Barat. Dalam cerita tradisi tidak banyak diceritakan secara khusus mengenai golongan ini, tetapi catatan-catatan musafir asing hampir selalu menceritakan posisi penting golongan Cina dan Asia Barat ini, sebagai kelompok pedagang yang berhasil dikota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa. Penjaga masjid dan makam orang-orang suci, mungkin sekali merupakan pekerjaan yang hanya dimugkinan dengan seizin pejabat kerajaan atau bahkan diatur sendiri oleh raja. Makam dan masjid memiliki arti yang sangat penting bagi kerajaan Islam sebagai kekuatan yang besar. Menjaga masjid mungkin dapat diartikan dengan menjaga pilar negara sedangkan menjaga makam orang-orang suci mungkin berarti melindungi dan melestarikan legitimasi. 3. Lapisan bawah Termasuk ke dalam lapisan ini adalah (1). Para petani dan nelayan; (2). Para tukang dan pengrajin; (3). Para pedagangkecil; dan (5). Para seniman. Sesungguhnya sumber cerita-cerita tradisimaupun catatan-catatan berita asing sangat sedikit menuliskan kelompok masyarakat kelas bawah ini. Namun berdasaran keterangn tidak langsung dari cerita-cerita tradisi yang ada dapat diduga bahwa mereka dapat dikelompokkan berdasarkan profesinya di masa lalu. Jumlah terbesar dari kelompok ini adalah petani dan nelayan. Para tukang dan pengrajin adalah kelompok masyarakat yang melayani kebutuhan-kebutuhan khusus dari kelompok masyarakat lain, baik yang menyangkut kebutuhan peralatan rumah tangga seperti gerabah dan alat-alat masak dan perlengkapan yang menyertainya; alat-alat pertanian seperti pacul, bajak; parang dan alat-alat tajam sejenisnya; alat transportasi air seperti perahu denga berbagai jenis dan ukuran, serta alat-alat penangkapan ikan. Tukang-tukang kayu dan bangunan pada umumnya termasuk ke dalam kelompok ini. Para pedagang kecil adalah mereka yang melakukan usaha komersial bukan dilakukan dengan organisasi yang baik dengan orientasi komersial yang jelas, tetapi merupakan usaha pribadi atau keluarga yang dilakukan dengan skala kecil. Kelompok ini biasanya merupakan pedagang ecer yang menjual sebagian barang milk tuannya, atau menjual barang kelontong dalam partai-partai kecil dalam bentuk warung kecil. Masih termasuk golongan bawah adalah para seniman. Kelompok ini pasti merupakan bagian dari masyarakat yang cukup berperan. Cerita-cerita tradisi memberikan keterangan adanya beberapa macam kesenian yang dikenal oleh orang Jawa pada masa Demak dan sesudahnya, yaitu wayang orang, wayang topeng, gamelan, mocopatan. Semuanya ini tentu ada kelompok khusus yang melestarikan dan mengembangkannya, mereka adalah kelas seniman.

 D. Politik dan Agama
Elit politik dan elit agam menduduki tempat yang khusus dalam pemerintahan karajaan Demak. Penyebutan gelar “Sultan” bagi raja-raja Demak sebagaimana diceritakan oleh babad-babad tradisi, memberi petunjuk bahwa raja, selain sebagai pimpinan politik, juga sebagai pimpinan agama. Perluasan politik kerajaan Demak ke Jawa Barat, Tengah dan Timur selalu dibarengi dengan dakwah agama. Bahkan mungkin raja-raja Demak menganggap masjid Demak merupakan lambang kerajaan Islam mereka. Tidak mengherankan bahwa setelah beberapa abad kemudian masjid menjadi amat penting dikalangan orang-orsng Jawa. Sebelum memasuki abad ke-16, Demak erupakan bagian dari kekuasaan Majapahit yang beragama Hindu, tetapi wilayah kerajaan ini mulai kehilangan kontrolnya terhadap wilayah Demak, agama Islam yang nampaknyasudah berkembang jauh sebelum masa itu, mulai mendominasi kehdupan masyarakat Demak. Sumber tertulis yang dapat dipercaya mengenai awal mula dan berkembangnya Islam di Demak tidak mudah untuk diperoleh, namun kesusastraan Jawa abad ke-17 dan 18 banyak menceritakan kehidupan para wali, yaitu orang-orang saleh yang dianggap menyabarkan Islam di Jawa. Cerita-cerita itu biasanya menyebut jumlah para wali ada 9 orang ( De Graaf 1989:29-30).rganisasi Dengan dibentuknya Walisanga ini, dakwah di Jawa semakin memperoleh bentuknya yan lwbih mantab. Raden Fatah menjadi Raja adalah berdasarkan keputusn para Wali. Pada tahun 1476 Raden Fatah mendirikan sebuah pondok Pesantren Gelagah Arum yang menjadi kota Bintoro serta mendirikan organisasi dakwah bernama Bayangkari Islam. Diantara kitab agama dari peninggalan zaman itu ialah usul 6 Bis (Bismillah) Perimbon, Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga dan Wasito Jati Sunan Geseng. Sebaliknya kerajaan Demak memberikan bantuan yang besar kepada dakwah Islam yang dilakukan oleh para wali. I. Raja-raja Demak 1) Raden Patah Menurut cerrita rakyat Jawa Timur, Raden Patah merupakan keturunan raja terakhir dari karajaan Majapahit, yaitu raja Brawijaya V. Setelah dewasa, Raden Patah diangkat menjadi bupati di Bintaro (Demak) dengan gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah. Raden Patah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah pemerintahannya kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Oleh karena itu Kerajaan Demak menjadi agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain beras, lilin dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudra Pasai. Pada masa pemerintahan Raden Patah, wilayah kekuasaan Kerajaan demak meliputi Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Disamping itu Kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik yang berkambang menjadi pelabuhan transito. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat penyebaran agama Islam. Jasa para wali dalam penyebaran agama Islam sangat besar, baik di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa, seperti penyebaran agama Islam di Maluku dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan Timur dilakukan oleh seorang penghulu dari Kerajaan Demak yang bernama Tunggang Parangan. Pada pemerintahan Raden Patah, dibangun masjid Demak yang proses pembangunannya dibantu oleh para Walisanga. Akan tetapi ketika Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511 M, hubungan Demak dan Malaka terputus. Kerajaan Demak merasa dirugikan oleh Portugis dalam aktivitas perdagangan. Oleh karena itu, pada tahun 1513 M Raden Patah memerintahkan Adipati Unus memimpin pasukan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Serangan itu belum berhasil, karena pasukan Portugis jauh lebih kuat dan persenjataannya lengkap. Atas usahanya itu Adipati Unus mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor. 2) Adipati Unus Setelah Raden Patah wafat, tahta Kerajaan Demak dipegang oleh Adipati Unus. Ia memerintah demak dari tahun 1518-1521 M. Masa pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama karena ia meninggal dalam usia yang masih sangat muda dan tidak meninggalkan seorang putra mahkota. Walaupun usia pemerintahannya tidak begitu lama, namun namanya cukup dikenal sebagai pangliam perang yang memmpin pasukan Demak menyerang Portugis di Malaka. Setelah Adipati Unus meninggal, tahta Kerajaan Demak dipegang oleh saudaranya yang bergelar Sultan Trenggana. 3) Sultan Trenggana Sultan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Di bawah pemerintahannya Kerajaan Demak mencapai kejayaannya. Sultan Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat. Pada tahun 1522 M, Kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan). Daerah-daerah yang berhasil dikuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan pada daerah ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan Kerajaan Pajajaran. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak yang dipimpin Fatahillah. Dengan kemenangan tersebut Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M itu kemudian diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta. Dalam usaha usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil dikuasai seperti Madiun, Gresik, Tuban, dan Malang. Tetapi ketika menyerang Pasuruan Sultan Trenggana gugur .
II. Walisanga
Kata wali berasal dari bahasa arab kekasih atau penguasa, dalam Al Quran, banyak terdapat kata wali yang berarti kekasih. Misalnya : surah Yunus ayat 62-63, Al Baqarah ayat 257, Ali Imran ayat 68, Al-Jatsiyah ayat 19, As sajadah ayat 94 dan lain sebaainya. Ayat-ayat tersebut menggambarkan tentang adanya orang-orang yang sangat taat beribadah kepada Allah, sehingga mereka disebut kekasih Allah. Kita dapat membayangkan bagaimana hubungan antara pihak kekasih dengan yang mengasihi. Para Walisanga ditinjau dari kepribadian dan perjuangan dakwahnya termasuk kekasih Allah. Jika ditinjau dari tugas dan fungsinya dalam kerajaan Demak, mereka adalah para penguasa pemerintahan. Oleh karena itu mereka mendapat gelar Susuhunan (Sunan), yaitu sebagai penasihat dan pembantu raja. Dengan demikian, maka sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi rakyat umum dan kalangan pemerintah. Umumnya orang hanya mengenal nama sembilan wali yang kenamaan saja, yaitu :
1. Maulana Malik Ibrahim
2. Sunan Ampel
3. Sunan Bonang
4. Sunan Giri
5. Sunan Derajat
6. Sunan Kalijaga
7. Sunan Kudus
8. Sunan Muria
9. Sunan Gunung Jati
Padahal selain nama-nama wali tersebut di atas, ada pula nama-nama lain yang sebenarnya termasuk pula ke dalam dewan Walisanga, dan ada pua makamnya yang sampai sekarang masih sering diziarahi orang. Sebab apabila ada seorang wali meninggal dunia, maka tempatnya digantikan oleh muballigh lain, yan kemudian diberi gelar wali pula.

1 komentar: