Kamis, 27 Desember 2012

Raja-raja dinasti Mughal

  1.  Raja-raja Dinasti Mughal
  1.  Zahiruddin Babur
Babur adalah seorang pendiri dan sekaligus raja pertama dari Dinasti Mughal.[1] Ia memiliki gelar Zahiruddin. Ia adalah putra dari Umar Mirza, penguasa Farghana (Asia Tengah). Dari nasab ayahnya, ia merupakan keturunan dari Tmur Lenk, sedangkan nasab ibunya dari keturunan Jengis Khan.
Pada tahun 1494 M, Babur dapat menaklukan Samarkand berkat bantuan Ismail I, raja Safawi. Pada tahun 1504, ia berhasil menaklukkan Kabul ibukota Afganistan. Dan pada tahun 1525, ia berhasil menguasai Punjab.

  1. Nasirudin Humayyun (1530-1556)
Humayyun adalah putra Babur, ia naik tahta menggantikan ayahnya. Ia dapat menundukkan lawannya Sultan Mahmud Lody dalam pertempuran Luchnow (1513).Ketika Humayyun berhadapan dengan pasukan Syir Khan, ia diusir dari istana Delhi. Pertempuran yang terjadi antara kedua belah pihak tersebut di pinggir sungai Gangga dekat Benares (1535) dan di dekat Kunuj (1540) membuat pasukan Humayyun berantakan hingga ia meninggalkan istananya selama 13 tahun.

  1. Sultan Akbar Agung (1556-1605)
Sultan Akbar Agung adalah putra dari Humayyun. Ia bernama Muhammad. Ia bergelar Abul Fath Jalaluddin dan terkenal sebagai Sultan Akbar Agung. Ia menggantikan ayahnya sebagai raja pada usia 15 tahun. Baginda dibantu oleh seorang perdana menteri yang setia, yang bernama Biram.

  1. Jihangir (1605-1627)
Setelah Akbar meninggal, anaknya, Jihangir menggantikannya sebagai raja. Ia seorang Sunni yang taat. Namun, dalam memerintah kebijaksanaannya banyak dipengaruhi oleh isterinya. Akibatnya, pemerintahannya menjadi lemah. Sebagai bukti dari kelemahan tersebut adalah tiga hal berikut: pertama, pemberontakan di Ambar (Dekan) tidak dapat dipadamkan. Kedua, kesewenang-wenangan penguasa daerah dalam memungut pajak tidak dapat dikontrol. Ketiga, Jihangir dapat dipenjarakan oleh putranya yang bernama Khurram.

  1. Syah Jehan (1627-1658)
Syah Jihan merupakan gelar dari Kurram putra Jihangir. Ia menggantikan ayahnya sebagai raja. Syah Jihan mempunyai 4 orang putra yang semuanya menjadi raja. Dara sebagai raja di Delhi, Sujak di Benggala, Aurangzeb di Dekan dan Murad di Gujarat.
Berkat ketangkasan Aurangzeb, putra yang ketiga Syah Jihan, pemberontakan di Dekan dapat dipadamkan. Selanjutnya, Aurangzeb berangkat hendak menaklukkan kerajaan Golkond, Bidar dan Baijapur. Namun setiap kerajaan-kerajaan itu hampir dapat ditaklukkan, datanglah perintah dari ayahnya agar penaklukkan itu dihentikan.
Akhirnya pasukan Aurangzeb diarahkan ke istana ayahnya sendiri. Ia dapat memasuki istana dengan damai. Lalu ayahnya dipenjara oleh putranya sendiri. Setelah itu, terjadilah perang saudara antara Aurangzeb dan kakak tertuanya, Dara. Namun Dara dapat dikalahkan, sehingga Aurangzeb menjadi Sultan Mughal dengan gelar Alamgir Padshah Ghazi.

  1. Aurangzeb (1658-1707)
Aurangzeb memegang pemerintahan selama 47 tahun. Ia bercita-cita hendak mengembalikan kerajaan Islam seperti pada masa Sultan Akbar Agung. Pada tahun 1660 ia dapat menguasai negeri Asam dan tahun 1666 kekuasaannya sampai ke Arakan. Batas wilayah kekuasaannya meluas, mulai dari Kabul (Afghanistan) sampai ke Arakan dan dari pegunungan Himalaya hingga ke Karnat.
Aurangzeb merupakan seorang muslim yang saleh, bertahajjud di malam hari, hidup sederhana, suka mendatangkan para ulama dan para sufi ke istana untuk mendapatkan pelajaran dari mereka.
Berikut ini beberapa kebijakan-kebijakan yang dilakukan Aurangzeb;(1) Melarang perjudian, minuman keras, pelacuran dan narkotika; (2) melarang praktek Sati[2]; (3) memprakarsai perusakan kuil-kuil Hindu; (4) memprakarsai kodifikasi hukum Islam yang produknya kemudian disebut al-Fatawa i Alamgir.




[1] Nama Babur berarti macan. Nama tersebut sesuai dengan sosoknya yang gagah berani.
[2] Sati adalah praktek pembakaran diri seorang janda yang ditinggal mati suaminya (the Hindu Sacr ifice of widows)

3 komentar:

  1. hebat artikele.........aqu izin kopi ya........

    BalasHapus
  2. Semoga bisa menjadi tauladan bagi muslim zaman ini "kesalehan melahirkan kemakmuran dan keadilan

    BalasHapus