Beda generasi, beda aksi
Seiring perjalanan bangsa ini, berdampingan dengan perkembangan
berbagai teknologi dan informasi. Bukan soal yang rumit memang, namun yang
menjadi soal adalah keberadaan para pemuda kita yang telah lupa diri, banyak
dari kita yang tidak ingat detik-detik kemerdekaan bangsa kita melalui pemuda.
Jika kita lihat dari kacamata kebangsaan, terjadi perbedaan yang sangat timpang
antara pemuda zaman sebelum kemerdekaan dengan pemuda yang hidup dizaman setelh
kemerdekaan. Perbedaan yang sangat mencolok ini, bisa dikatakan berbanding terbalik. Sifat penuh perjuangan pemuda zaman dulu ternyatatidk
diturunkan kepada pemuda zaman sekarang.
Perbedaan aksi dan reaksi terhadap tantangan zaman ini merupakan
dampak dari globalisasi yang sangat mempengaruhi gaya hidup kita. Celakanya,
pemuda zaman sekarang cenderung tdak memperhatikan etika “baik” dan “buruk”
sehingga sebagian besar dari pemuda kita tidak menyaring budaya dan
peradaban-peradaban yang masuk ke Indonesia. Bisa dibilang apapun tren yang
masuk ke Indonesia, langsung menjadi tren pula dikalangan pemuda, bahkan orang
tua. Mulai dari gaya bahasa, tren baju, gaya bergaul, bahkan sampai
menghilangkan jati diri bangsanya.
Banyak pemuda sekarang yang lupa akan budayanya yang dulu pernah
menjadi promadona diseluruh dunia, banak pemuda yang tidak peduli ketika jati
dirinya diakui negara lain, banyak pemuda yang sombong dengan cara hidup ke
barat-baratan.
Lalu, jika dibandingkan dengan pemuda zaman doloe, kita akan
menemui perbedaan yang amat sangat jauh, sebagai contoh, jika dulu di masa penjajahan para pemuda
rela mengorbankan harta, jiwa dan fikirnya untuk meledakkan gudang senjata
Belanda atau menancapkan bambu runcing di dada penjajah Jepang, maka sekarang
para pemuda juga rela memberikan segenap harta, jiwa, dan fikirnya untuk
sekedar nyalon, nyanyi-nyanyi ga jelas atau bahkan nyabu. Memperkaya orang lain
dan memiskinkan diri sendiri. Miskin harta, miskin ilmu, dan miskin moral.
Perlu diketahui bahwa ada sebuah catatan luar biasa ketika pendapatan industri
K-pop korea mencapai USD3,4 Miliar pada 2011 (CNBC.com), salah satu konsumen
yang menyumbangkan angka tersebut adalah pemuda Indonesia. Lalu, untuk industri
kebudayaan negeri sendiri, bagaimana?
Contoh lain misalnya, jka pemuda zaman
dulu mengangkat senjata untuk melawan penjajah, maka zaman sekarang kita akan
banyak menemui pemuda atau pelajar yang mengangkat senjata untuk membantai
sesama saudaranya. Tawuran menjadi salah satu perjangan pemuda zaman dulu yang
dipertahankan oleh pemuda zaman sekarang namun dalam konteks yang berbeda. Jika
dulu pemuda bertarung untuk melawan musuh atau penjajah, maka pemuda sekarang
bertarung untuk melawan saudaranya sendiri.
Begitulah lucunya bangsa kita, lalu
bagaimana dengan kita yang disini?