Kamis, 27 Desember 2012

Kerajaan Kutai


KERAJAAN KUTAI
Berdasarkan sumber-sumber berita yang berhasil ditemukan menunjukkan bahwa Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-5 M di Lembah Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Nama kerajaan ini diambil dari nama daerah tempat ditemukannya prasasti, yaitu di daerah Kutai. Hal ini disebabkan, karena setiap prasasti yang ditemukan tidak ada yang menyebutkan nama dari kerajaan tersebut. Oleh karena itu, para ahli memberi nama kerajaan itu Kutai. Wujud prasastinya berupa tujuh buah tugu batu besar yang disebut yupa. Ketujuh yupa ini merupakan sumber sejarah Kutai. Fungsi yupa sesungguhnya adalah tugu batu untuk menambatkan lembu kurban. Aksara yang dipahatkan pada yupa berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh penguasa Kutai bernama Mulawarman. Mulawarman adalah orang Indonesia asli. Kakeknya, Kudungga, masih menggunakan nama asli Indonesia. Wilayah Kerajaan Kutai mencakup wilayah yang cukup luas, yaitu hampir menguasai seluruh wilayah Kalimantan Timur. Bahkan pada masa kejayaannya, Kerajaan Kutai memiliki wilayah yang sangat luas, yaitu hampir sebagian wilayah Kalimantan.

B.     Sumber-Sumber
Walaupun bukti-bukti yang ada menunjukkan, bahwa kerajaan tertua di Indonesia terletak di Kalimantan, tapi sedemikian jauh pulau tersebut sedikit sekali diperhatikan oleh para penulis tambo di daratan Cina. Hal ini cukup menarik, karena biasanya para penulis tambo di daratan Cina rajin sekali menuliskan hal-hal aneh yang mereka ketahui dari suatu daerah asing. Berita tertua Cina yang bertalian dengan salah satu daerah di Kalimantan, berasal dari zaman dinasti T’ang (618-906), padahal berita-berita Cina yang berhubungan dengan Jawa sudah ada sejak abad V Masehi, dan Sumatra pada awal abad VI Masehi, pada zaman pemerintahan dinasti Liang (502-56).
Tidak adanya perhatian dari pihak Cina itu, kemungkinan sekali disebabkan karena Kalimantan tidak terletak pada jalan niaga Cina yang utama, walaupun di daerah Serawak misalnya ditemukan beberapa buah benda yang berasal dari zaman dinasti Han yang mulai berkuasa pada tahun 220 SM. Ternyata, kurangnya perhatian terhadap sejarah daerah Kalimantan itu, terus melanjut di masa-masa sesudahnya, sehingga di dalam keseluruhan sejarah kebudayaan Asia Tenggara misalnya daerah ini masih tetap merupakan suatu daerah yang terlupakan.
Di daerah yang berada di luar jangkauan perhatian Cina itulah, untuk pertama kalinya ditemukan bukti-bukti tertua akan adanya suatu kehidupan masyarakat yang bercorak keindiaan, yaitu Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur. Dengan ditemukannya arca Budha yang terbuat dari perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan, maka untuk pertama kalinya didapatkan bukti tentang adanya hubungan serta pengaruh tertua budaya India di Indonesia. Penemuan arca ini sangat penting, karena dapat memberi petunjuk tentang bagaimana taraf hidup dan budaya bangsa Indonesia pada waktu tersebut. Berdasarkan ciri-ciri ikonografinya dapat ditentukan bahwa arca Sempaga ini berasal dari mazhab seni Amaravati dan rupanya dibuat disana, kemudian dibawa ke Indonesia. Mungkin sebagai barang dagangan tetapi mungkin juga sebagai barang persembahan untuk sesuatu vihara atau bangunan suci agama Budha. Selain di Sempaga, arca-arca langgam Amaravati ini juga ditemukan antara lain di Jember dan Bukit Seguntang, sementara di Kota Bangun (Kutai) ditemukan sejumlah arca Budha yang memperlihatkan langgam seni arca Gandara.
Menurut Foucher dan Bosch, ciri seni Gandhara tampak pada sikap tangan dan hiasan jala pada telapak tangan arca Budha Kota Bangun. Disamping arca-arca Budha, juga ditemukan arca-arca yang memperlihatkan sifat-sifat kehinduan diantaranya mukhalinga yang ditemukan di Sepauk, dan arca Ganesa yang ditemukan di Sarawak. Walaupun daerah Kalimantan dan Sulawesi berada di luar perhatian Cina, tetapi tidak berarti bahwa kedua daerah tersebut tertutup sama sekali dari kemungkinan mengadakan hubungan dengan luar. Temuan-temuan yang disebutkan di atas, merupakan salah satu buktinya. Hubungan tersebut tentulah pada mulanya melalui hubungan niaga, yang kemudian berkembang mejadi hubungan agama dan budaya. Melalui hubungan niaga itu, turut pula pendeta yang bermaksud menyebarkan agama, yang kemudian disusul dengan perginya orang Indonesia ke daerah asal para guru agama atau pendeta itu. Hubungan seperti itu, sudah berlangsung cukup lama. Didalam proses terjadinya hubungan timbal-balik seperti itu, maka masyarakat-masyarakat setempat yang sudah menetap di beberapa daerah tertentu, menerima budaya dan peradaban baru.
aa.   Prasasti
Selain benda-benda berupa arca seperti yang disebutkan di atas, dari daerah Kalimantan Timur, tepatnya di Bukit Berubus, Muara Kaman pada tahun 1879 ditemukan beberapa buah prasasti yang dipahatkan pada tiang batu. Tiang batu itu berupa yupa, yaitu nama yang disebutkan pada prasasti-prasasti sendiri. Sampai saat ini telah ditemukan tujuh buah prasasti yupa, dan masih ada kemungkinan beberapa buah yupa yang lain belum ditemukan sampai saat ini. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan di Kalimantan Timur itu, yang mula-mula ditemukan hanya tiga buah yupa saja, tetapi kemudian tiga buah yupa yang lainnya ditemukan lagi. Huruf yang dipahat pada yupa itu berasal dari awal abad V Masehi, sedangkan bahasanya ialah bahasa Sansekerta. Semuanya dikeluarkan atas titah seorang penguasa daerah itu pada masa tersebut, yang bernama Mulawarman , yang dapat dipastikan bahwa ia adalah seorang Indonesia asli karena kakeknya masih mempergunakan nama Indonesia asli, Kudunga.
Gambar 1.4 Prasasti Yupa (Sumber: Indonesian Heritage, Bahasa dan Sastra, hal. 16–17) dalam buku Imtam Sejarah Kelas XI untuk SMA/MA Program Bahasa.

Prasasti yang menyebutkan silsilah Mulawarman, raja terbesar di daerah Kutai Purba itu, berbunyi sebagai berikut :
çrῑmatah çrῑ-narendrasya,
kuṇḍuṅgasya mahātmanaḥ,
putro çvavawmmo vikhyātah,
vaṅçakarttā yathāṅçumān,
tasya putrā mahātmanāh,
trayas traya ivāgnayah,
teṣān trayāṇām pravarah,
tapo-bala--damānvitaḫ,
çrῑ mūlavarmmā rājendro,
yaṣţvā bahusuvarṇnakam,
tasya yajῆasya yūpo ‘yam,
dvijendrais samprakalpitah.

Terjemahan :
Sang Maharaja Kudunga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aswawarmman namanya, yang seperti Sang Ansuman (=dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarmman mempunyai tiga putra, seperti api (yang suci) tiga. Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarmman, raja yang berperadaban baik,   kuat dan berkuasa. Sang  Mulawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Buat peringatan keduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan para brahmana.  
Dari prasasti itu dapat diketahui bahwa sedikitnya ada tiga angkatan dalam keluarga, dimulai dengan raja Kudunga yang mempunyai anak bernama Aswawarman, dan Aswawarman yang mempunyai tiga orang anak, seorang di antaranya bernama Mulawarman.
      Yang menarik dari prasasti ini ialah berita yang menyebutkan bahwa pendiri keluarga kerajaan (=vansakartta ) ialah Aswawarman, dan bukan Kudunga yang dianggap sebagai raja pertama. Apakah pengertian wangsakarta dalam prasasti ini, ditujukan kepada pengertian keluarga yang sudah berbudaya India, yang antara lain ditandai dengan pemakaian nama yang berbau India ? Karena Kudunga sendiri jelas bukan nama yang berbau India, maka walaupun ia memang disebutkan sebagai ayah Aswawarman dan pernah menjadi raja, tetapi tidak dianggap sebagai pendiri keluarga raja. Jika kita ketahui, bahwa pada saat sekarang ada nama Bugis yang mirip dengan Kundunga yaitu Kadungga, barangkali tidak akan terlalu jauh dari kebenaran, seandainya Kundunga dianggap sebagai Indonesia asli yang untuk pertama kalinya menyentuh budaya India, tetapi belum menyatakan. Di mulai dengan  Aswawarman dan dilanjutkan dengan Mulawarman, kita berhadapan dengan nama-nama yang sudah berbau  India, dan berdasarkan berita dari prasasti-prasastinya juga jelas bahwa pada waktu itu agama yang dipelukpun agama yang berasal dari India juga.
 Apakah mungkin, seseorang yang dilahirkan bukan sebagai orang India yang tergolong ke dalam kasta-kasta sejak mereka dilahirkan, menyamakan dirinya sama sekali sederajat dengan orang India, seperti yang diperlihatkan oleh Mulawarman ? Prasasti lain yang dikeluarkan oleh Mulawarman  berbunyi sebagai berikut :
çrῑmad-virāja-kῑrtteh
rājῆah çrῑ-mūlavarmmaṇaḥ puṇyam
çṛṇantu vipramukhyāḥ
ye cānye sādhavaḥ puruṣāḥ
bahudāna-jῑvadānam
sakalpavṛkṣam sabhūmidānaῆ ca
teṣām puṇyagaṇānām
yūpo ‘yam stāhipito vipraiḥ

Terjemahan :
      Dengarkanlah oleh kamu sekalian, Brahmana yang terkemuka, dan sekalian orang baik lain-lainnya, tentang kebaikan budi Sang Mulawarmman, raja besar yang sangat mulia. Kebaikan budi ini ialah berwujud sedekah banyak seklai, seolah-olah sedekah kehidupan atau semata-mata pohon Kalpa (yang memberi segala keinginan), dengan sedekah tanah (yang dihadiahkan). Berhubung dengan semua kebaikan itulah maka tugu ini didirikan oleh para Brahmana (sebagai peringatan).
      Peringatan yang ketiga berbunyi sebagai berikut :
ṡrῑ-mūlavarmmaṇā rājῆā
yad dattan tila-parvvatam
sa-dῑpamālayā sārddham
yūpo yam likhitas tayoḥ

Terjemahan :
Tugu ini ditulis buat (peringatan) dua (perkara) yang telah disedekahkan oleh Sang Raja Mulawarmman, yakni segunung minyak (kental), dengan lampu serta malai bunga.
Masih ada lagi prasastinya yang lain, berbunyi :
      ṡrῑmato ṇrpamukhyasya
rājῆāḥ ṡrῑ-mūlavarmmanaḥ
dānām puṇyatame kṣetre
yad dattam vaprakeṡvare
dvijātibhyo gnikalpebhyaḥ
viṅṡatir nggosahasrikam
tasya puṇyasya yūpo yam
kṛto viprair ihāgataiḥ

Terjemahan :
Sang Mulawarmman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana yang seperti api, (bertempat) di dalam tanah yang sangat suci (bernama ) Waprakeswara. Buat (peringatan) akan kebaikan budi sang raja itu tugu ini telah dibikin oleh para Brahmana yang datang di tempat ini.
      Prasasti yang lain yang ditemukan belakangan, berbunyi sebagai berikut :
ṡrῑ-mūlavarmma rājendra(ḥ) sama vijitya pārtthi(vān)
karadām nṛpatῑmmṡ cakre yathā rājā yudhiṣţhiraḥ
catvarimṡat sahasrāṇi sa dadau vapprakeṡvare
bā … trimṡat sahasrāṇi punar ddadau
mālām sa punar jῑvadānam pritagvidham
ākāṡadῑpam dharmmātmā pārtthivendra (h) svake pure
… … … … … … … mahātmanā
Yūpo yam sth (apito) viprair nnānā deṡād ihā (gataiḥ //)

Terjemahan :
Raja Mulawarman yang tersohor telah mengalahkan raja-raja di medan perang, dan menjadikan mereka bawahannya seperti yang dilakukan oleh raja Yudhistira. Di waprakeswara raja Mulwarman menghadiahkan (sesuatu) 40 ribu, lalu 30 ribu lagi. Raja yang saleh tersebut juga memberikan jivadana dan cahaya terang (?) di kotanya. Yupa ini didirikan oleh para brahmana yang datang ke sini dari perbagai tempat.
      Dari prasasti-prasastinya yang sudah ditemukan sampai saat ini, kita dapat mengetahui nama beberapa orang tokoh yang disebutkan, serta bagaimana kira-kira kehidupan keagamaan pada waktu itu. Tetapi, sedemikian jauh kita tidak dapat mengetahui, bagaimana kehidupan dan keadaan masyarakat pada umumnya.
      Bahan yang sampai kepada kita, belum dapat dipergunakan untuk mengungkapkan keadaan zaman tersebut secara lengkap dan menyeluruh, sehingga pengetahuan kita pun mengenai zaman tersebut untuk sementara tidak pula akan bertambah sebelum ditemukan bukti-bukti yang lebih baru untuk melengkapi bahan-bahan yang telah ada.
b.      Temuan Arkeologi
      Kecuali prasasti yūpa dan arca Budha dari Kota Bangun, di wilayah Kalimantan Timur ditemukan pula peninggalan-peninggalan arkeologi yang menunjang bukti keberadaan kerajaan Mulawarman dan bahkan kelompok-kelompok masyarakat sebelum masa Mulawarman.
      Peninggalan yang berasal dari masa sebelum Mūlawarman yaitu dengan ditemukannya di gua-gua di sepanjang Sungai Jelai, Tepian Langsat, Kabupaten Kutai Timur. Peninggalan tersebut berupa lukisan cap tangan pada dinding gua. Diperkirakan gua-gua tersebut merupakan pemukiman masa prasejarah di wilayah Kalimantan Timur.
      Di Bukit Berubus, Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kertanegara, tempat ditemukannya prasasti yūpa, banyak ditemukan arca-arca perunggu oleh para penggali liar pada tahun 90-an. Sayang arca-arca tersebut tidak ada yang tersimpan di museum sehingga tidak dapat diidentifikasi jenis dan penanggalannya.
      Ekskavasi yang di adakan di situs tersebut menemukan sisa-sisa bangunan (mungkin candi) dari batu kapur, tetapi tinggal dasar pondasi bangunan saja, dan beberapa fragmen batu berpelipit yang jelas merupakan komponen bangunan. Di tempat lain, masih di situs yang sama, ditemukan batu peripih, yang biasanya diletakkan di dalam sumuran candi. Peripih tersebut ditemukan dalam keadaan kosong. Meskipun tidak banyak data yang didapatkan dari penemuan-penemuan tersebut, setidaknya kita dapat memperkirakan adanya kegiatan keagamaan di tempat itu, yang kemungkinan sezaman dengan Mulawarman.
      Wilayah Kalimantan Timur yang lain yang juga memiliki peninggalan Hindu adalah Desa Long Bagun, di daerah hulu Sungai Mahakam. Di desa tersebut terdapat sebuah nandi (batu), tetapi tidak ada temuan sisa bangunan atau arca lain. Nandi di Desa Long Bagun ini masih dalam keadaan utuh. Di daerah Kota Bangun juga ditemukan dua buah fragmen nandi dari batu, yang sudah sangat halus, jadi tidak jelas lagi bentuknya. Juga tidak dapat ditentukan dengan pasti pertanggalannya, sehingga nandi-nandi itu, baik dari Long Bagun maupun Kota Bangun, belum jelas apakah semasa dengan Mulawarman atau tidak.
      Sejumlah arca yang ditemukan di dalam gua Kombeng, Kabupaten Kutai Timur, diperkirakan berasal dari periode yang lebih muda dari Mulawarman, mungkin dari abad VIII-IX Masehi. Meskipun ditemukan bukti keberadaan masyarakat penganut agama Hindu dari masa yang lebih muda dari masa Mulawarman, belum diketahui dengan jelas bagaimana hubungannya dengan kerajaan Mulawarman.  
            

1 komentar: