Pengertian dan
Batasan Kosmografi
Pengetahuan tentang letak,
pergerakan dan sifat-sifat matahari, bulan, bintang, planet dan sebagainya
disebut Astronomi (aster=bintang). Sedangkan
peramalan nasib peruntungan manusia, sesuatu bangsa atau negara dan sebagainya
dengan memperhatikan letak benda-benda langit itu (pada hakikatnya adalah
tahayul), dinamai Astrologi. Ajaran
mengenai asal mula terjadinya seluruh benda-benda langit ataupun alam semesta
yang umumnya berhubungan rapat dengan filsafat, kepercayaan (agama) dinamai Kosmogoni. Semua yang diatas itu
termasuk wilayah Ilmu Falak atau
yang disebut juga Kosmografi
(kosmos=alam semesta; graphein=menulis), karena nama istilah inilah yang biasa
diberikan untuk ikhtisar umum Astronomi. Boleh juga kita sebut Ilmu Bumi Pasti.
Diantara para ahli Astronomi yang
termashur, patut kita ketahui :
a. Ptolomeus,
(ab. 2 ses. M) sarjana Mesir di Iskandariah juga berpendapat bahwa bumi ini
adalah tinggal diam, sedang seluruh benda-benda langit beredar mengelilinginya
(susunan geosentris=berpusatkan
bumi).
b. Kopernikus
(1473-1543) sarjana Jerman, ahli Astronomi yang terulung yang digelari orang
bapak Astronomi mutakhir (modern), yang menentang teori Ptolomeus. Kopernikus
mengatakan bahwa bumi adalah salah satu planet juga yang bersama-sama dengan planet lainnya
mengedari matahari (susunan heliosentris=berpusatkan
matahari).
c. Galilei (1564-1642) seorang sarjana
Italia. Teori Kupernikus dikembangkannya hingga mendapat tentangan hebat dari
gereja. Mereka khawatir jangan-jangan pendapat baru ini merusak kepercayaan
agama. “Eppursi
muove” (tetapi dia (dibumi) bergerak juga),
ini merupakan suatu semboyan yang semestinya diucapkan Galilei , ketika ia
dipaksa membatalkan Teori Kupernikus..
d. Kapler
(1551-1630) sarjana Jerman dam Newton (1643-1727)
sarjana Inggris yang besar juga jasanya di lapangan Astronomi.
Kosmografi adalah ilmu pengetahuan yang menguraikan dan memberikan gambaran
alam semesta serta menjelaskan fenomena dan hukum-hukum yang terjadi di alam
semesta. Kosmografi memiliki persamaan dengan cabang-cabang lain dari geografi
seperti kosmologi dan astronomi, yaitu dalam objek kajiannya yang sama-sama
mempelajari tentang alam semesta. Perbedaannya terletak pada spesifikasi materi
pembelajaran dalam kosmologi yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta
yang berukuran besar. Sedangkan astronomi mempelajari berbagai sisi dari
benda-benda langit seperti asal-usul, sifat fisik atau kimia, meteorologi dan
gerak serta pengetahuan mengenai benda-benda alam semesta yang menjelaskan
pembentukan dan perkembangan alam semesta.
Tata surya
merupakan salah satu objek kajian dalam kosmografi. Tata surya itu
sendiri adalah susunan dari sekelompok benda-benda angkasa yang terdiri dari
matahari sebagai pusat sistem tata surya atau yang disebut juga solar system,
planet-planet, satelit pengedar planet, komet, asteroid, atau planetoid, meteor
dan benda angkasa lainnya sebagai keluarga matahari. Bentuk orbit baik planet (
terhadap matahari ) maupun satelit ( terhadap planet ) adalah elips. Luas pada sistem tata surya kita sekitar
109.554.026.430 milyar km2.
2.2 Jagad Raya
2.2.1
Susunan Jagad Raya
Jagad raya ( alam semesta =
universum ) adalah ruang angkasa dengan segala zat serta energy yang ada di
dalamnya. Jagat raya terdiri dari galaksi-galaksi.
Sudah sejak zaman
purbakala manusia berusaha mengetahui tentang jagad raya besrta isinya, sifat
benda-benda langit termasuk bagaimana bentuk, ukuran, dan jarak antara
benda-benda langit penghuni bola langit yang maha luas ini.
1. Anggapan Egosentris ( ego =
saya )
Orang-orang zaman
dahulu ( termasuk orang-orang primitif)
menganggap bahwa dirinya ( egonya ) merupakan pusat alam semesta. Hal
ini berdasarkan pengamatan sehari-hari terhadap benda-benda langit di
sekitarnya. Bila ia sedang berdiri di tengah lapangan yang luas, seolah-olah ia
sedang berada di pusat bola langit. Karena keterbatasan jarak pandang, maka
semua benda
langit diproyeksikan pada lengkung langit. Matahari, bulan, dan bintang-bintang
semuanya kelihatan menempel di lengkung langit. Benda-benda langit ini beredar
mengelilinginya.
2. Anggapan Geosentris ( geo
= bumi )
Makin maju cara
berfikir mereka, anggapan geosentris itu ternyata tidak benar. Bukan peninjau
sebagai pusat alam semesta, tetapi bumi (geo) tempat mereka berdiri itulah
pusatnya.
Demikian pendapat Claudius Ptolomeus, ahli astronomi Mesir 2 abad
SM, sehingga anggapan ini dikenal sebagai sistem Ptolomeus. Anggapan ini hanya
bertahan sampai abad 16 ( abad pertengahan )
.
3. Anggapan Heliosentris (
helios = matahari )
Sebetulnya
ahli-ahli astronomi Arab, seperti Muhammad Battani atau orang Barat menyebutnya
Albategnius, dan Ibnu Yunus menjelang tahun 1.000 telah mengadakan observasi
yang teliti dan tepat terhadap planet-planet, meramalkan terjadinya gerhana,
dan menghitung pergeseran matahari, sejalan dengan pengembangan agama Islam ke
Timur dan Barat. Namun pendapat mereka tidak dibukukan dan disebar luaskan,
sehingga tidak dikenal orang.
Baru kemudian
seorang ahli astronomi berkebangsaan Polandia, Nicholas Copernicus dalam bukunya “De Revolutionibus Orbium Coelestium”( Perputaran Bola Langit )
yang terbit tahun 1543 mengemukakan pendapat tentang heliosentris. Dikatakannya
bahwa mataharilah yang merupakan pusat alam semesta. Bumi, planet, dan
bintang-bintang beredar mengelilingi matahari. Namun pendapat inipun ternyata
tidak benar, setelah para ahli menemukan teropong untuk dapat melihat bintang
atau matahari-matahari lain di luar matahari kita. Dengan adanya perkembangan
iptek yang demikian pesatnya maka para ahli astronomi di zaman modern ini dapat
mengetahui lebih jauh dari pada pendapat para ahli astronomi sebelumnya.
Dengan alat-alat
astronomi yang sudah modern , para ahli astronomi telah mampu menetapkan
beberapa sifat benda langit, seperti jaraknya, suhunya, besarnya, pergerakannya
dan sebagainya. Sehingga dengan demikian diketahui bahwa matahari bukanlah
pusat alam semesta. Ia hanyalah sebuah bintang biasa yang dikelilingi oleh
beberapa planet sebagai anggotanya, membentuk suatu susunan yang dinamakan “ Tata Surya “. Begitu pula dengan
bintang-bintang yang lain. Beberapa bintang yang berdekatan membentuk gugusan
bintang yang disebut rasi bintang.
Menurut ahli
astronomi bangsa Yunani bentuk rasi bintang tersebut menyerupai binatang, sehingga diberi
nama sesuai dengan nama-nama bianatang. Kita mengenal 12 rasi bintang utama di
sekitar ekliptika. Matahari dan bintang-bintang lainnya berkumpul membentuk
suatu susunan yang disebut galaksi atau pulau perbintangan. Galaksi di mana
matahari berada disebut Bima Sakti atau The Wikly Way ( Galaksi Kabut Susu ).
Bentuknya seperti cakram atau kue serabi raksasa, karena diameternya mencapai
100.000 tahun cahaya, dan tebal di pusat 30.000 tahun cahaya.
Galaksi kita
beranggotakan lebih dari 100 milyar bintang, dan matahari adalah salah satu
diantaranya. Matahari kita bukanlah bintang yang istimewa, bahkan ia temasuk
bintang kerdil kuning. Namun yang ini pun termasuk raksasa karena ia mempunyai
massa 333.000 kali massa bumi kita, dan suhu di permukaannya mencapai 6.000˚C. Jadi dapat kta bayangkan
bagaimana dengan bintang raksasa yang besarnya ratusan kali matahari kita.
Bagaimana dengan
jarak bintang yang satu dengan yang lain ? Mengingat massanya yang besar,
tentunya gravitasinya besar pula. Lagi pula
bintang-bintang ini berlari mengelilingi pusat galaksi dalam 200 juta
tahun dengan kecepatan rata-rata 28 km/detik. Ternyata jarak antara matahari
kita dengan bintang terdekat, yaitu Alpha Centaury adalah 4,3 tahun cahaya.
Suatu jarak yang cukup jauh. Jarak ini kalau kita tempuh dengan Apollo yang
kecepatannya 30.000km/jam memerlukan waktu 160.000 tahun.
Kesimpulan kita
sekarang ialah begitu luas ruang yang ditempati oleh galaksi kita Bima Sakti
yang ukuran besarnya juga termasuk biasa. Jarak antara satu galaksi dengan
galaksi lainnya rata-rata 100.000 tahun cahaya. Padahal jagad raya ini terdapat
ribuan bahkan mungkin jutaan galaksi.
2.2.2
Jagad Raya Mengembang
Betulkah galaksi Bima Sakti
merupakan pusat dari pada galaksi , atau menjadi pusat alam semesta ? Sepintas
lalu kita merasa bahwa kita merupakan pusat dari semua galaksi. Semua galaksi
yang ada di alam semesta menjauhi kita dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Semakin jauh letaknya dari galaksi kita semakin cepat ia menjauh. Sebagaimana
contoh Galaksi Virgo yang jauhnya 50 juta tahun cahaya dari kita galaksi Bima
Sakti yang menjauhi kita dengan kecepatan 1.250 km/detik. Sedangkan Galaksi
Ursa Mayor yang jauh 650 juta tahun cahaya dari galaksi kita menjauhi kita
dengan kecepatan 15.088 km/detik. Begitu pula Galaksi Corona Borealis yang
berada pada jarak 940 juta tahun cahaya menjauhi kita dengan kecepatan 21.250
km/detik.
Berdasarkan asas
realitifitas Einstein, yaitu bahwa setiap benda saling menjauhi dengan
kecepatan yang sama, maka akhirnya kita akan menyadari bahwa tidak mungkin
galaksi kita menjadi pusat alam semesta.
Misalkan galaksi B
adalah Bima Sakti, sebagai pusatnya, maka galaksi A menjauh dengan kecepatan
10.000 km/detik dan galaksi C juga menjauhi B dalam arah yang berlawanan dengan
kecepatan 10.000 km/detik. Jadi galaksi A dan C saling menjauh dengan kecepatan
20.000 km/detik.
Kesimpulannya
ialah, kita tidak dapat memastikan
galaksi mana sebenarnya yang tetap diam yang menjadi pusatnya. Yang lebih cepat
ialah tidak ada di antara galaksi itu yang menjadi pusatnya. Semuanya saling
menjauh sehingga jarak antara galaksi-galaksi semakin renggang.
Berdasarkan
kenyataan di atas lahirlah teori yang disebut “ ledakan besar ” atau “ the big
bang theory “. Pusat ledakan adalah pusat galaksi, tetapi tidak diketahui entah
dimana. Semua jauh dari pusat ledakan semakin tinggi kecepatan.
Teori ini masih belum bisa diterima sepenuhnya, tetapi para ahli
belum dapat membuat argumentasi secara tepat untuk menyangkalnya. Demikian maka
timbullah teori kedua yang disebut “ teori tentang pembentukan galaksi “.
Berdasarkan teori ini dikatakan bahwa galaksi-galaksi yang semakin renggang.
Pertambahan ini berjalan terus sesuai dengan perkembangan alam semesta. Teori
ini pun juga tidak dapat diterima sepenuhnya tetapijuga tidak bisa dibantah
seperti halnya teori big bang.
Oleh sebab itu
lahirlah teori baru yang disebut “ teori memampat dan mengembang “ atau
berdenyut (osilasi). Dikatakannya pada mulanya alam semesta terus mengembang
sesuai dengan teori ledakan besar sampai jangka waktu tertentu (beribu atau
berjuta tahun). Kemudian setelah itu alam semesta memampat kembali sampai
sedemikian kecilnya dan kemudian kembali mengembang. Demikian hal ini terjadi
silih berganti dan terus menerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar